52 Tempat Wisata Populer yang Murah Meriah di Sumatera Barat
Merasa jenuh dengan rutinitas sehari-hari? Ayo, hibur dirimu dengan petualangan seru ke alam liar Indonesia! Ada banyak tempat menakjubkan yang belum banyak ditemukan. Simak 52 Tempat Wisata Populer yang Murah Meriah di Sumatera Barat!
Lobang Jepang Bukittinggi
Orang Jepang membuat jaringan terowongan bawah tanah ini selama pendudukannya pada masa Perang Dunia II.
Kota Bukittinggi
Sumatera Barat
Maaf saat ini informasi belum tersedia.
5
Sebelumnya, Lubang Jepang dibangun sebagai tempat penyimpanan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang, dengan panjang terowongan yang mencapai 1400 m dan berkelok-kelok serta memiliki lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini, di antaranya adalah ruang pengintaian, ruang penyergapan, penjara, dan gudang senjata. Selain lokasinya yang strategis di kota yang dahulunya merupakan pusat pemerintahan Sumatra Tengah, tanah yang menjadi dinding terowongan ini merupakan jenis tanah yang jika bercampur air akan semakin kokoh. Bahkan gempa yang mengguncang Sumatera Barat tahun 2009 lalu tidak banyak merusak struktur terowonganterowongan. Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini. Pemilihan tenaga kerja dari luar daerah ini merupakan strategi kolonial Jepang untuk menjaga kerahasiaan megaproyek ini. Tenaga kerja dari Bukittinggi sendiri dikerahkan di antaranya untuk mengerjakan terowongan pertahanan di Bandung dan Pulau Biak
Jam Gadang Bukittinggi
Wisata pusat kota populer dengan menara jam ikonis yang dibangun pada tahun 1926 di sebuah taman menawan.
Kota Bukittinggi
Sumatera Barat
Maaf saat ini informasi belum tersedia.
5
Jam Gadang adalah menara jam yang menjadi penanda atau ikon Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia. Menara jam ini menjulang setinggi 27 meter dan diresmikan pembangunannya pada 25 Juli 1927.Terdapat jam berukuran besar berdiameter 80 cm di empat sisi menara sehingga dinamakan Jam Gadang, sebutan bahasa Minangkabau yang berarti "jam besar". Jam Gadang dibangun pada 1925-1927 atas inisiatif Hendrik Roelof Rookmaaker, controleur atau sekretaris kota Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Jamnya merupakan hadiah dari Ratu Belanda Wilhelmina. Seorang arsitek asal Koto Gadang, Yazid Rajo Mangkuto bertindak sebagai penanggung jawab pembangunan, sementara pelaksana pembangunan ditangani oleh Haji Moran dengan mandornya St. Gigi Ameh. Peletakan batu pertama pembangunan dilakukan oleh putra pertama Rookmaker yang pada saat itu masih berusia enam tahun. Pembangunannya menghabiskan biaya sekitar 15.000 Gulden di luar biaya upah pekerja sebesar 6.000 Gulden. Biaya itu bersumber dari Pasar Fonds, badan pengelola dan pengumpul pajak atas pasar-pasar di Bukittinggi. Jam Gadang sedang dalam tahap kontruksi ketika terjadinya gempa bumi Padang Panjang pada Juni 1926. Gempa mengakibatkan bangunan menara miring 30 derajat sehingga diperbaiki seperti keadaan semula. Pada Februari 1927, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Andries Cornelies Dirk de Graeff meninjau pembangunan Jam Gadang dalam kunjungannya ke Fort de Kock. Sejak didirikan, menara jam ini telah mengalami tiga kali perubahan pada bentuk atapnya. Awal didirikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda, atapnya berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Bentuk ini sebagai sindiran agar orang Kurai, Banuhampu, sampai Sungai Puar bangun pagi apabila ayam sudah berkokok. Pada masa pendudukan Jepang, bentuk atap diubah menyerupai Kuil Shinto. Pada 1953, setelah Indonesia merdeka, atap pada Jam Gadang diubah menjadi bentuk gonjong atau atap pada rumah adat Minang kabau. Saat ini, Jam Gadang menjelma menjadi objek wisata dengan perluasan taman di sekitarnya. Taman tersebut menjadi ruang interaksi masyarakat baik pada hari kerja maupun pada hari libur. Acara-acara yang sifatnya umum biasanya diselenggarakan di sini.